Siapa yang tak sedih melihat
kondisinya, siapa yang tak ikut menangis mendengar raungannya. Ibu muda itu
menangis sekeras-kerasnya, sejadi-jadinya. Beberapa keluarga berusaha
menenangkan dengan membelai kepalanya dan menghapus air matanya. “Istigfar
neng..Istigfar..kakak udah pergi, iklasin aja neng.”
Si kakak sudah dikubur 3 jam yang
lalu tapi Ibunya masih masih menangis sedih meratapi kepergiannya. “Awalnya
kakak cuma buang-buang air biasa bu, tapi karena ga ditangani dengan serius
jadinya diare dan dehidrasi, “kata sang nenek menjelaskan.
Aku termenung mengingat kejadian
beberapa bulan yang lalu, ketika melewati kontrakan ini. Si Ibu
berteriak-teriak memarahi anaknya yang tidak mau makan. Berkata bahwa si Ibu
capek dan si anak selalu saja merepotkan, lebih baik mati saja dari pada terus
menerus merepotkan orag tua. Ibu itu berteriak dengan suara tinggi dan keras,
hingga terdengar oleh para tetangga. Sudah menjadi rahasia umum para tetangga
bahwa si Ibu sering memarahi anaknya, melampiaskan amarah, lelah, dan penatnya
kepada anak berusia 2 tahun.
Tidak taukah si Ibu bahwa ucapan
adalah do’a. Mungkin itu hanya luapan emosi sesaat, tapi sang Malaikat ternyata
begitu cepat mencatat ucapan Ibu sebagai do’a. Sehingga benar menjadi
kenyataan, anaknya sudah meninggal dan Ia tidak akan pernah merepotkan orang
tuanya.
Hati Ibu itu pasti hancur
berkeping-keping, menyesali segala ucapannya. Wajar bila sampai saat ini Ia
masih menangis sedih, karena jauh dilubuk hati yang paling dalam setiap Ibu
akan selalu menyayangi anaknya.
“Jangan bengong aja Bu, ayo
diminum teh nya, “kata nenek memotong lamunanku. Aku menghabiskan isi cangkir
yang disuguhkan padaku.
Selesai takziah, aku dan Ibu-Ibu lainnya
pamit pulang. Si Ibu masih menangis, si nenek terlihat tegar dengan menyambut
para tamu takziah, dan sang suami terlihat sedang menggendong bayi yang berusia
2 bulan. Semoga si Adik tidak mengalami hal yang sama dengan si Kakak.
#based on true story
Tidak ada komentar:
Posting Komentar