Senin, 31 Agustus 2015

Rezeki Ramadhan

Rezeki Ramadhan

Pernahkah kamu meminta kepada orangtua mu A, tapi mereka malah memberikan mu B+C+D+E. Kamu meminta sebuah sepeda, tapi malah diberikan sebuah mobil. Pasti kau akan sangat senaang sekali. Kau meminta sesuatu yang kecil tapi malah diberikan sesuatu yang sangat besar. Itulah yang terjadi padaku dan suamiku.

Pada suatu hari, di bulan Ramadhan aku pernah berdo'a meminta kepada Rabb-ku, agar dibukakan pintu rezeki selebar-lebarnya, seluas-luasnya. Maksud hati ingin rezeki dalam bentuk materi seperti rumah di Jakarta atau sebuah mobil, tapi Allah memberiku rezeki dalam bentuk lain. Nilainya jauh melebihi rumah ataupun mobil.



Yups.. Allah memberi rezeki padaku dan suami berupa sebuah janin dalam kandunganku. Siapa yang tidak berbahagia dengan kabar baik ini? Farah yang berusia 5 bulan akan memiliki seorang adik. Farah yang masih minun ASI eksklusif, Farah yang belum MPASI, Farah yang belum tumbuh gigi dan belum bisa duduk akan memiliki adik. Semoga adiknya Farah nanti laki-laki ya sayaang..

Ketika aku mengabarkan kabar bahagia ini kepada orang terdekat, orang tua, teman, saudara,dll. Beragam reaksi yang mereka tunjukkan. Ada yang mengasihani Farah karena masih terlalu kecil, ada yang mengasihanu aku karena baru 5 bulan yang lalu operasi secar, ada juga yang mengatakan suamiku hebat, aku hebat, bahkan ibu bidan yang biasa memberi imunisasi Farah ikut-ikutan berkomentar. "Suami dan ibu ngejar target ya? Karena masih muda jadi ingin segera punya anak banyak?". Kami pun menggeleng-gelengkan kepala sambil tersenyum.

Kita semua tau bila Allah sudah berkehendak "Jadi" maka "Jadilah ia" . Jujur awalnya memang sedikit khawatir dengan rezeki ini, kami bisa ga yah? mengurus anak langsung 2 sekaligus dengan jarak usia yang berdekatan. Bismillah..insya Allah bisa selagi masih ada orang tua dan saudara kami tidak sendirian.

Rezeki Ramadhan ini harus disyukuri, mendengar kabar bahagia ini kita patut ikut berbahagia, dan janin di perut ini harus dijaga sebaik mungkin, karena ini bukan sekedar rezeki, ini juga amanah. Allah mengamanahkan Farah dan adiknya untuk dijaga, dirawat, dididik hingga menjadi insan kamil, insan Rabbani, semoga kami amanah. 


Jumat, 21 Agustus 2015

Resensi novel

Hujan bulan Juni

Bagaimana mungkin seseorang memiliki keinginan untuk mengurai kembali benang yang tak terkirakan jumlahnya dalam selembar sapu tangan yang telah ditenunnya sendiri. Bagaimana mungkin seseorang bisa mendadak terbebaskan dari jaringan benang yang susun-bersusun, silang-menyilang, timpa-menimpa dengan rapi di selembar saputangan yang sudah bertahun-tahun lamanya ditenun dengan sabar oleh jari-jarinya sendiri oleh kesunyiannya sendiri oleh ketabahannya sendiri oleh tarikan dan hembusan napasnya sendiri oleh rintik waktu dalam benaknya sendiri oleh kerinduannya sendiri oleh penghayatannya sendiri tentang hubungan-hubungan pelik antara perempuan dan laki-laki yang tinggal di sebuah ruangan kedap suara yang bernama kasih sayang. Bagaimana mungkin.

Novel ini bercerita tentang dua dosen muda UI yang saling jatuh cinta. Peran utama bernama Sarwono dosen Antropologi asal kota Solo yang mencintai Pingkan dosen sastra Jepang yang juga asal Solo tapi berdarah Manado. 

Ayah Pingkan asli Manado menikah dengan Ibu Pingkan seorang pendatang asal Solo. Mereka lama tinggal di Manado, sampai-sampai Ibu Pingkan merasa bukan orang Solo lagi. Konon, pak Pelenkahu meninggal ketika Pingkan SD karena penyakit malaria sewaktu bertugas di Ambon.

Pertama kali Sarwono bertemu dengan Pingkan adalah ketika SMA, Sarwono sering main ke rumah Toar yang merupakan kakaknya Pingkan.

Pada suatu perjalanan dinas, Sarwono dan Pingkan pergi bersama ke Manado. Di sana mereka bertemu dengan saudara-saudara Pingkan dari pihak Ayah. Melihat Sarwono, keluarga besar Pelenkahu tidak setuju bila mereka nantinya menikah. Saudara-saudara Pingkan berusaha mempengaruhi Ibu Pingkan dan menjodohkan Pingkan dengan orang lain yang masih berdarah Manado.

Pingkan mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikannya di Jepang. Setibanya di sana ia langsung disibukkan oleh kegiatan kampus. Sarwono pun demikian, ia menyibukkan diri dengan berbagai penelitian mengunjungi berbagai daerah terpencil yang belum terjamah manusia. Mereka berdua masih intens komunikasi via whatsapp, sampai pada suatu ketika Sarwono jatuh sakit dan kondisinya kritis.

Bagaimana kelanjutan kisah dua insan yang saling mencintai akan tetapi berbeda keyakinan ini. Yuk deh beli dan baca novel karya pak Sapardi Djoko Damono. Beliau adalah guru besar UI dan IKJ yang meraih banyak penghargaan dibidang sastra. Ini penampakan novelnya seperti yang dipegang Farah.