Rabu, 23 Maret 2016

Ayah


Suasana stadion gelanggang remaja itu penuh dan ramai. Sorak sorai penonton memberi dukungan kepada tim yang dijagokan. Kemarin sewaktu penyisihan tidak seramai ini, karena ini pertandingan final hampir semua kursi penonton penuh dengan anak-anak SMA.

Tak terkecuali orang tua Dani, mereka juga ikut menjadi pendukung tim basket anak semata wayangnya. Ayah Dani paling antusias menyemangati, ikut meneriakkan yel-yel sekolah, dan membawa spanduk besar bertuliskan nama dan foto Dani. Ibu Dani dengan sabar setia menemani suaminya yang super heboh. Ibu ikut menyemangati, tapi tidak seheboh Ayah Dani.

"Ayo Dani, kejar..ambil bolanya..shoot Dani..shoot..kamu pasti bisa.."teriak Ayah di depan toa yang dipegangnya. Ya Ayah Dani membawa toa, seperti toa yang ada di mushola dan majlis ta'lim. Ayah Dani biasa membawa semua aksesoris pendukung seperti spanduk, toa, banner, dan lainnya. Dani sudah biasa mendapat dukungan yang tidak biasa dari Ayahnya, tapi Ia tidak merasa takut atau malu. Dani bangga dan sayang pada Ayahnya.

Tapi tidak untuk semua orang. Ada beberapa temannya yang tidak suka dengan 'gaya' Ayah Dani.

"Lebay banget sih bokap lo Dan, berisik tau..gue ga bisa konsentrasi nih,"kata Doni kesal.

"Dan, norak banget bokap lo, kayak ga pernah ikut tanding aja, "ujar Aria.

"Ga pernah SMA kali.."

Meledak tawa teman-teman satu tim. Dani ikut tertawa, menertawakan Ayahnya dan menganggap hanya angin lalu. Hanya percakapan selingan, pikirnya.

Skor tim Dani dan tim lawan unggul tipis, mereka harus berusaha lebih keras agar memiliki selisih skor yang jauh dari lawan. Pelatih memberikan strategi baru dibabak kedua, para pemain mengangguk pertanda mengerti. Tiba-tiba suara Ayah Dani memecah konsentrasi tim basket Dani.

"Ayah tau kamu bisa nak, ayo semangat..buat three point yang banyak Dani"

Tiba-tiba Doni bangkit menjauh dari rapat tim dan menghampiri Ayah Dani yang duduk di tribune atas, Doni setengah berteriak sambik mendongakkan kepala.

"Pak, tolong jangan berisik ini lagi final, suara toa bapak ganggu konsentrasi kita Pak. Klo mau dukung teriak-teriak boleh asal jangan pake toa. Bisa kan Pak?" kemudian Doni kembali lagi ke rapat tim.

"Sorry Bro, gue negor bokap lo. Cuma bilangin doang." Doni menepuk pundak Dani. Dani membalasnya dengan senyuman.

Pertandingan babak kedua dimulai. Kedua tim sama kuatnya, sama semangatnya. Keduanya saling mencetak skor dengan cepat, skor saling balap membalap. Belum tercipta selisih skor yang jauh. Ketika tim Dani unggul tim lawan segera mengejar ketertinggalan, begitu pun sebaliknya. Persaingan sangat sengit, sampai ketika Doni ingin melakukan three point, suara Ayah Dani kembali terdengar.

Konsentrasi Doni pecah bola pun meleset dari ring. Penonton ber O tanda kecewa. Doni marah dan langsung meninggalkan lapangan menuju tribune tempat Ayah Dani duduk yang masih berteriak menggunakan toa nya.

"Pak, tolong keluar dari sini pak! Bapak benar-benar mengganggu saya. Sekarang juga keluar dari sini!!"

Suara Doni tinggi, alis mengkerut dan nyaris menyatu, mukanya merah tanda marah, tangan kanan terangkat dan tertuju ke pintu keluar. Hampir semua mata tertuju pada Doni.

Ayah Dani masih diam ditempat, tidak tau harus berbuat apa.

"Bapak dengar tidak? Bapak punya telinga tidak? Bapak tuli ya? Tolong keluar dari sini sekarang juga karena Bapak sudah mengganggu saya dan teman-teman saya!!"

Suara Doni semakin tinggi.

"Ayah saya tidak tuli dia hanya tidak bisa berjalan, kakinya lumpuh karena kecelakaan. Dulu dia adalah seorang atlet profesional, dia sangat senang melihat anaknya bisa ikut pertandingan. Maafkan Ayah saya Don, baik Dia akan segera keluar bersama saya. Posisi saya diganti dengan pemain cadangan."

Dani berjalan menuju tempat duduk Ayahnya dan membopongnya hingga menaiki kursi roda, Dani mendorong kursi Ayahnya dan meninggalkan stadion yang tiba-tiba menjadi hening. Ibunya mengikuti dibelakang dengan membawa semua atribute dukungan untuk Dani.

Tiba-tiba Aria menepuk pundak Doni.

"Don, sori nih..kayaknya cuma lo doang yang belum tau kalo Bokapnya Dani kakinya lumpuh, gue maklum lo kan anak baru pindah. Setiap ada tanding final Bokapnya Dani emang suka kayak gitu, kita bisa maklum."

Doni masih berdiri mematung, diam seribu bahasa. Ia tidak tau apa yang akan Ia lakukan agar bisa mengobati sakit hati Ayahnya Dani, dan memperbaiki hubungan persahabatan dengan teman sebangkunya itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar